Kamis, 05 April 2018

Unpredictable Future


Assalamualaikum wr. Wb.

Oya,buat temen-temen yang tahun ini lulus dari SMA  bulan ini pasti masa-masa paling mendebarkan buat kalian ya.. mulai dari persiapan UN, SNMPTN, SBMPTN, dll.

Pasti tidak sedikit dari temen-temen yang merasa tertekan dengan semua ritual itu. mulai dari les di sekolah, les di bimbel, bahkan sampai ada diantara kalian yang hanya tidur 3 jam dalam sehari.
Kalian melakukan usaha semaksimal mungkin agar bisa diterima di universitas favorit dengan SNMPTN sebagai pintu utama penerimaan mahasiswa saat ini dimana metodenya berdasarkan nilai raport dan UN. Dalam hal ini berlaku hukum probabilitas dimana pasti ada siswa yang diterima dan tidak sedikit yang  harus rela ditolak mentah-mentah.

Mungkin tidak sedikit dari kalian berpikir dunia ini terkadang tidak adil. Kalian merasa sudah berusaha semaksimal maksimal tapi ternyata.. hasilnya diluar ekspektasi. Dan kalian harus bekerja keras lagi untuk mempersiapkan SBMPTN (pintu kedua), dan hasilnya lagi-lagi masih belum sesuai harapan. Lagi-lagi kalian harus bekerja keras untuk jalur selanjutnya dan hasilnya masih nihil. Padahal kalian tahu hanya punya waktu yang sangat terbatas. Kalian harus segera memutuskan untuk lanjut kuliah atau bekerja. Akhirnya dengan berat hati  kalian memutuskan untuk kuliah di Universitas yang tidak pernah sekalipun terbersit dipikiran kalian.
Buat teman-teman yang mengalami hal itu, ana punya cerita yang penuh inspirasi dosen SPT ana namanya Bu Sarah..

Begini ceritanya..
Pada suatu pagi pertama masuk kuliah makul SPT, kami merasa belum terlambat, tetapi apa yang kami lihat.. dosen sudah stand by di kelas menunggu kami. Kontan saja kami langsung berhamburan masuk ke kelas tentunya dengan salam terlebuh dahulu. (typical anak UIN sejati.. asyek)
Setelah dirasa semua mahasiswa sudah masuk semua, beliau mulai membuka kuliah pagi itu dengan menyampaikan kontrk kuliah dan sekedar basa basi menyebut nama dan alamat beliau tapi ada yag janggal dari perkenalan itu. Kami semua saling bertatapan merasakan hal yang sama, iya beliau tidak menyampaiakan riwayat pendidikan beliau seperti kebanyakan dosen yang lain.  Hingga salah satu teman kami menanyakan tentang hal itu dan kau tahu bagaimana reaksinya saat menyampaikan almamater tempat kuliahnya dulu, begitu santai dan tanpa rasa bangga yang berlebihan padahal beliau S2nya di IPB dengan beasiswa penuh. Kami semua hanya bisa terdiam seribu bahasa menyadari bahwa dosen yang manis itu alumni IPB salah satu universitas bergengsi di Indonesia.
“Saya sebenarnya tidak akan memberitahu orang lain dimana saya kuliah kalau saya tidak ditanya terlebih dahulu” katanya dengan penuh kerendahan hati.
Sungguh luar biasa beliau di mata saya. Beliau terlihat selalu memiliki semangat yang tak pernah padam, selalu punya ambisi, dan otak yang cerdas tentunya. Sejak pertemuan itu tak henti-hentinya beliau selalu memberi  motivasi kepada kami untuk berusaha lebih keras dari siapapun.
“Tak peduli dimana kalian kuliah tapi bagaimana kalian kuliah”

Itu kata-kata terbaik yang pernah kudengar semenjak aku putus harapan tentang jalan hidupku. Pada awanya aku berpikir kata-kata itu beliau dapatkan dari seorang motivator profesional sekelas Mario Teguh atau sebangsanya. Tapi ternyata dugaan kami seratus persen salah. Beliau mengatakan mendapat kata-kata itu dari seorang penyiar radio. Iya, seorang penyiar radio. Dimana pada saat itu beliau juga mengalami hal yang sama, merenungi nasib kuliah yang tidak sesuai harapan.
Dari motivasi itu hidup beliau dimulai dan menciptakan banyak hal menakjubkan terjadi karenannya bukan hanya untuk diri beliau sendiri tapi juga untuk orang lain disekelilingnnya.
Terkadang kita tak perlu mencari jauh-jauh sebuah motivasi dan tak dapat dipungkiri bahwa terkadang motivasi yang dapat mendarah daging itu bisa datang dari mana saja dan dari arah yang tidak disangka-sangka.


Wassalamualaikum wr. Wb.
Salam lestari!!!
Salam konservasi

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda