Reparenting
Bagaimana caraku memulai ini? Telah kusadari betapa selama ini aku sangat membenci apapun di dunia, tidak bisa bersenang-senang, membenci pekerjaan, menghindari konflik, menghindari bertemu banyak orang, hanya ingin berkutat di zona nyaman, meskipun di satu sisi aku harus memaksa diriku keluar zona nyaman agar diterima masyarakat.
Aku ingin bercerita mengeluhkan kepada orang lain betapa tidak enaknya perasaan paradox ini, tapi aku tak menemukan satu namapun yang bisa kupercaya untuk sekedar mendengarkan keluhanku. Bagaimana aku bisa percaya pada orang lain saat mereka pun sebenarnya punya masalah sendiri-sendiri. Dan bisa jadi di depanmu mereka berusaha keras mendengarkanmu tapi di belakangmu mereka mengeluh tentang betapa cengengnya dirimu.
Bagaimana aku percaya pada mereka saat suatu ketika kumintai tolong mereka mau melakukannya namun sambil memarahiku dan mengatakan betapa cerobohnya diriku, karena hal sepele begitu saja tidak bisa. Semua ingatan yang membuatku terhimpit juga terbiasa memendam semua kegelishaanku sendiri berasal dari memori masa kecilku. Apa aku punya teman? Apa sebenarnya definisi teman? Mereka hanya mau mendekatimu saat kau punya sesuatu yang bisa dimanfaatkan, jadi jangan harap kau bisa menunjukkan kelemahanmu pada mereka. Apalagi mengeluh, itu sangat menjijikkan. Begitulah yang selama ini tersimpan di memoriku.
Bahkan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis aku kesulitan. Kecurigaanku pada mereka karena aku beranggapan mereka terlalu berekspektasi padaku membuatku menarik diri dari semua hubungan itu. Hubungan itu membuatku lelah tapi sendiri juga sangat menyiksa.
Perasaan paradox, antara ingin dan tak ingin, atau antara cinta dan benci, seperti area kelabu yang menjadi tempatku hidup selama ini. Aku menyadari ada yang tidak beres, ada persoalan yang harus diselesaikan. Tuhan pasti punya rencana membuatku hadir di dunia ini, hidup di keluarga ini. Aku menyadari ada tanggung jawab yang harus kuselesaikan selama aku hidup. Ayahku hidup dalam trauma masa kecil warisan nenekku. Sementara ibuku mengalami pengabaian emosi sejak kecil karena nenekku tak pernah hadir sebagai sosok ibu dan kakekku juga terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya bahkan bulikku tidak pernah digendong waktu kecil.
Saranku bagi kalian yang merasa masih punya luka masa kecil sembuhkan dulu dirimu. Jangan menjadi orang egois yang hanya akan membuat anakmu tersiksa. Tentu saja orang tuaku telah mengusakan yang terbaik dari semua yang mereka bisa, meski tanpa pengetahuan tentang cara menangani trauma masa kecil yang mereka alami. Mereka tidak menyadari ada hal yang mempengaruhi mereka dalam mendidik anak ternyata sama seperti apa yang mereka terima dari orang tuanya dulu. Mereka tidak salah mereka hanya korban dari rantai trauma ini. Meskipun sangat sulit, peranku disini yang menentukan masa depanku dan generasi yang akan datang. Generasi setelahku, anak-anakku dan seterusnya. Terdengar cukup beralasan bukan? haha.. Ya semua kesadaran ini terlintas di kepalaku dengan sendirinya, mungkin inilah kenapa manusia diperintahkan menggunakan akalnya untuk membaca tanda dan merubah keadaan.😅
Salam bahagia
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda