Review Buku I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki 1 &2
Aku akan menandai catatan kali ini tertanggal 31 Oktober 2020.
Review buku karya Baek See Hee, aku mulai dulu ya dari harganya, jadi 2 buku ini kubeli di online shop harganya Rp 138.600. Sebenarnya buku ini ngga tebel-tebel amat. Buku seri pertama tebalnya 236 halaman, sedangkan buku yang kedua tebalnya 232 halaman. Kualitas kertasnya dominan krem kecoklatan ada bagian yang berwarna, jadi ngga bikin bosen.
Seharusnya masing-masing buku ini sehari selesai kubaca, apalagi isinya hanya berupa percakapan penulis dengan psikiaternya, kupikir akan membosankan namun kenyataannya berkata lain.
Bagaimanapun juga hampir di sepanjang buku ini yang terpampang adalah diriku. Sampai-sampai aku merasa apakah aku harus pergi ke psikolog? Bayangkan saja di setiap halaman pikiran itu benar-benar nyata. Seperti aku sendiri yang mengalaminya. Setiap halaman aku beri note yang menandakan bahwa ini juga yang aku keluhkan. Butuh waktu yang cukup panjang bagiku untuk menyelesaikan buku setebak 233 halaman seri yang pertama. Bukan karena aku malas, tapi lebih karena perasaanku carut marut, semua kejadian di masa laluku terasa seperti terbuka dengan sendirinya. Jadi aku membaca sambil mengoreksi diri dan mencatat perenunganku itu di selembar kertas. Siapa tahu nanti aku memerlukannya untuk berkonsultasi dengan psikolog. Karena memang aku berniat untuk memeriksakan diri. Bukan tidak mungkin kan, kejadian kemarin itu bakal terjadi lagi. Karena katanya perasaan depresi tidak benar-benar bisa hilang. Jika ada suatu pemicu bisa saja timbul lagi dengan dampak yang lebih serius. Dan aku sendiri paham akan hal itu karena aku telah berulang kali mengalaminya. Mau tidak mau aku harus memastikan kebenaran ini. Karena aku percaya semua orang berhak untuk hidup yang lebih bahagia.
Di akhir buku ini aku menyadari betapa banyaknya notes yang aku sematkan di buku ini. Baru kali ini aku membuat catatan di buku sebanyak ini. Perasaanku juga belum benar-benar membaik. Kemarin perasaanku memburuk semua berantakan hanya dengan satu kalimat saja. Aku menangis semalaman sampai saat bangun tidur kepalaku pusing dan aku tidur 17 jam.