Perkenalanku dengan Goethe
Puisi Goethe "Ginkgo Biloba"
Secangkir kopi pagi ini terasa berbeda. Kau juga berbeda. Ada apa denganmu? Tunggu sebentar aku akan mengambilkan secangkir kopi juga untukmu. Kau tak keberatan menunggu bukan? Baiklah aku akan segera kembali. Sambil menunggu, kau boleh membaca dulu bukumu.
Hei apa itu? Itu Goethe, bukan? Sungguh kisah yang miris. Konon katanya mengisahkan pengalaman Goethe sendiri. Tentu saja dia tidak memutuskan bunuh diri. Tapi malangnya, pada zaman itu pemuda yang merasa hidupnya tidak lebih baik dari Werther menjadikan bunuh diri sebagai tren yang dikenal sebagai Werther effect.
Sejarah mencatat sekitar 2000 pemuda Eropa melakukan copycat suicide, karena ingin meniru cara bunuh diri Werther. Copycat suicide istilah untuk menyebut perilaku bunuh diri dengan meniru orang lain, biasanya orang yang ditiru adalah orang terkenal seperti Werther dalam novel Goethe. Iya, Werther adalah tokoh fiktif dalam novel The Sorrow of Young Werther yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Penderitaan Pemuda Werther.
Aku baru membaca novel itu bulan lalu. Astaga. Kemana saja aku selama ini. Ah, biarkan saja, bagiku tak ada kata terlambat untuk membaca.
Kau lihat puisi yang kutempel diatas sana? Iya, itu puisi Goethe untuk kekasihnya yang tidak sampai. Karena gadis yang dicintainya itu telah memiliki suami. Hampir mirip dengan pemuda Werther yang tidak bisa mencintai gadis impiannya. Puisi ini juga bernada putus asa. Jika Werther memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri dengan pistol maka puisi Ginkgo ini, Goethe seakan-akan mengajukan sebuah pertanyaan akan kepastian perasaannya. Padahal kau tahu sendiri kan kalau tidak ada yang pasti di dunia ini apalagi jika kau mencintai orang yang sudah bersuami/beristri.
Kau ingin tau kenapa pagi ini aku menceramahimu tentang Goethe? Ini semua karena daun ginkgomu.
Aku sangat setuju bahwa hidup memang penuh keterkaitan yang mengantarakan sebuah pertemuan pada pertemuan-pertemuan lain. Masih aku ingat betul daun ginkgo kecil yang kau berikan padaku siang itu. Jujur saja, aku senang bukan main. Daun asli yang kau bawa dari Jepang, yang menurut kepecayaan mereka simbol keabadian. Kau masih ingat bukan?
Selang beberapa bulan aku menemukan fakta bahwa Goethe sendiri juga menggunakan daun kecil ini dalam puisinya semakin membuatku tertarik padanya. Perjalananku berlanjut, karya sastra Goethe kutelusuri. Sastra, drama, bahkan filsafat aku coba pahami. Yang lebih mengejutkan lagi adalah kenyataan bahwa Goethe juga seorang ahli ilmu alam. Penemu sekaliber Charles Darwin saja terinspirasi oleh karya-karya Goethe.
Kau tau, sayang? Hidup kita penuh kejutan. Saat kau merasa masalah datang menghantam dan kau tidak tahu jalan keluar, jangan menyerah. Teruslah berusaha, jangan menutup diri terlalu lama. Bertemanlah dengan orang-orang baru. Mereka akan mengajarimu banyak hal. Tentang penerimaan, tentang keyakinan, dan tentang cinta.
Jika pemuda Werther memutuskan untuk bunuh diri, karena cintanya tak sampai maka kau hanya perlu membacanya saja. Menikmati ceritanya sebagaimana takdirnya sebagai tokoh fiksi, tak perlulah meniru dengan ikut tenggelam dalam penderitaannya. Perlu kau catat, kau bukan putri duyung yang hanya bisa mencintai satu orang dan kau akan mati jika orang itu tak mencintaimu lagi. Jadi berhentilah bersedih.
Rasa-rasanya tepat jika Goethe di masa-masa akhir hidupnya menulis otobiografi yang diberi judul Dichtung und Wahrheit (Fiksi dan Kebenaran), dimana kita bisa belajar untuk menempatkan segala sesuatu sebagaimana adanya. Jika kau merasa hidupmu seperti sebuah cerita fiksi yang penuh dengan topeng drama, kau boleh menikmatinya diiringi canda tawa, tanpa perlu memaksa diri hanyut dalam air mata. Ah, iya benar, aku akan mengambilkan kopimu. Maafkan aku.
Label: Sastra
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda