Sabtu, 13 Juni 2020

Aku dan Badaimu





Ini adalah cerita bebasku tentang lagu Before You Go- Lewis Capaldi.
Aku telah menerima suratmu dan aku terus teringat Before You Go dan sangat ingin menyanyikan lagu ini untukmu agar kau tahu, bahwa kau masih punya aku disisimu. Aku telah menulis lagi suratmu, semoga kau tidak keberatan.

"Hai, apa kabar? 
Maaf aku selalu mengulang2 kata maaf. Berulang kali aku menghapus dan menulis lagi pesan ini, namun akhirnya kuberanikan saja mengirimnya.

Pesan ini mungkin akan mengganggumu dan mungkin kamu akan merasa jijik padaku. Saat ini yang terbersit di pikiranku hanya kamu. Aku tahu kamu sangat sibuk dan sungguh, aku tidak memintamu untuk membalas pesan ini. Cukup dengarkan aku sebagai makhluk yang katanya adalah seorang manusia saja.

Aku merasa bahwa kamu adalah teman yang menyenangkan. Jujur, aku sangat senang ketika lebaran kemarin kamu bilang masih mengingat aku. Aku menanyakannya untuk memastikan bahwa aku ini masih ada. Ah, benar-benar melegakan mendengar jawabanmu itu. Ketika aku pernah menulis bahwa kabarku baik-baik saja. Sesungguhnya aku tidak sedang baik-baik saja. Nomor wa ku tidak aktif lagi. Jadi aku menghubungimu disini.

Aku hanya sempat berpikir bahwa kamu mungkin bisa mengerti yang aku rasakan. Kita mungkin hanya berkenalan lewat wa tapi itu sudah cukup untukku mengerti apa yang mungkin dulu pernah kamu rasakan. Aku bisa mengerti ada rasa sakit yang pernah kamu sembunyikan. Tapi aku tak berani menanyakannya langsung padamu. Aku takut kamu akan kembali mengingat luka itu dan itu menyakitkan. Aku pernah dan sedang mengalaminya.

Aku merasa bahwa kamu juga bisa merasakan apa yang terlintas dipikiranku saat ini. Kamu mungkin akan berpikir, "Kenapa aku yang kau beritahu? Bukankah kau punya banyak teman?" Aku tidak seperti itu, aku tak punya banyak teman yang mampu memahami perasaanku. Aku berteman dengan mereka seperti mengenakan topeng tebal, itu sungguh melelahkan. Aku lelah sungguh lelah dan aku tak bisa bicara hal semacam ini pada mereka.

Aku juga tidak mengerti kenapa aku sangat ingin mengirimimu pesan ini. Akhir-akhir ini aku sering berfikir untuk melukai diri sendiri. Melukai diri sendiri yang kumaksud adalah aku membayangkan tangan kananku memegang pecahan kaca atau pisau daging atau silet tajam dan aku merasakan darah mengucur dari lengan kiriku. Ah, ini benar-benar membuatku hampir putus asa. Kau pernah punya pikiran seperti itu? Semoga tidak, karena ini sangat mengerikan. Aku saja bergidik ngeri dengan pikiranku sendiri. Aku tahu yang kupikirkan dan hampir kulakukan ini benar-benar diluar kemauanku, tapi aku tak tahu lagi bagaimana cara mencegah pikiran ini. Bahkan suatu hari, ketika di Bogor untuk penelitian bulan Maret lalu, aku sempat berpikir untuk bunuh diri. Banyak tekanan dan masalah yang kurasakan disini. Bayangkan betapa bodohnya aku ingin bunuh diri di kota orang. Untungnya aku masih bisa menahan diri dan masih hidup sampai saat ini. Itu masa-masa paling gelap dalam hidupku. Aku sering menangis. Sangat sering. Tapi tak ada yang tahu.

Aku tak punya keberanian untuk menulis hal semacam ini pada temanku yang lain.  Apalagi membuat status di media sosial. Mereka akan menjauhiku, mengabaikanku, atau bisa jadi akan mencapku sebagai orang gila. Aku telah lama menarik diri dari orang-orang, aku lelah mengenakan topeng. Aku juga tidak bisa berbicara pada keluargaku, mereka akan berpikiran macam-macam dan akan menceramahiku banyak hal. Aku tak mau itu terjadi, yang aku mau mereka hanya melihatku kuat dan bahagia saja, biarkan perjuanganku yang melelahkan ini kutanggung sendiri. Aku tak ingin mereka khawatir.

Setiap hari yang kurasakan adalah aku berjuang untuk tidak melukai diri. Aku membunuh pikiran-pikiran burukku satu persatu. Aku melakukan hal-hal yang menurut orang sangat bagus untuk masa depan tapi kosong menurutku. Mentalku memang sangat buruk. Aku sering depresi, pernah menjadi penderita OCD, dan kecenderungan untuk self-injured, sejak aku SD hingga saat ini.

Jika orang-orang merasa masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan maka itu tidak berlaku untukku. Aku merasa hidup tanpa perasaan. Mati rasa semenjak bapak meninggal. Aku pernah merasa sangat senang lenganku patah. Ah, benar-benar gila. Mana ada orang yang bahagia saat lengan kanannya patah dan harus di operasi, dan parahnya aku bahkan mulai bisa melihat hantu-hantu. Saat itulah aku mulai merasa ada yang salah dengan diriku. Aku bahkan sangat ingin pergi ke psikolog. Tapi kuurungkan niatku, karena ibuku pasti khawatir. Dan alhamdulillah aku masih berhasil melewati masa-masa itu.

Aku menyadari mentalku bermasalah. Ada dua orang dalam diriku. Satu orang sangat perfeksionis dan ingin kelihatan kuat dalam segala hal, dia punya ego yang sangat tinggi, target-target besar dan kadang pengkhayal hebat. Sementara, satu yang lain sangat jujur dan tidak ingin menyakiti perasaan siapapun, dan hidup sesuai kemampuan. Mereka sama-sama kuat. Aku berperang dengan diriku sendiri untuk waktu yang tidak bisa kukenali. Bisa hari ini, bisa tahun lalu, bisa bulan depan dan bisa tidak berwaktu dan bertempat.

Sampai saat ini sekalipun, aku merasa sangat berdosa padamu, karena membuatmu terluka ketika aku sering mengabaikan pesanmu. Kamu boleh marah padaku dan kamu berhak untuk itu. Kejadiannya memang sudah sangat lama sekali bukan? Namun disini aku masih hidup dalam rasa bersalah. Aku sering menangis sendiri. Aku merasa menjadi manusia paling brengsek di dunia ini. Aku jahat. Aku tahu itu, dan lebih jahat lagi ketika aku masih berusaha membela diri dengan merasa tidak bersalah atas apa yang kulakukan. Sampai saat ini pun aku sangat menyesalinya. Aku tidak ingin hidup seperti ini. Kamu pasti tahu maksudku, kan?

Aku hanya berharap kau mau membaca pesan ini dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Selanjutnya, aku mohon padamu agar tidak terlalu memikirkannya dan aku mohon jangan kau ceritakan pada siapapun. Karena aku mempercayaimu pada setiap kata-kataku dan aku masih selalu mengingatmu.

Salam, 
Dari orang yang sedang berjuang untuk terus hidup,

Dia"

***
Kau menulisnya dengan berurai air mata, aku ingin mengusap air matamu. Kau merangkai setiap kata dengan hati penuh luka, aku bisa merasakannya. Aku melihat dirimu akan pergi, tapi sekali lagi ada yang perlu  kukatakan padamu, bahwa aku masih menyayangimu. Jadi, jangan berpikir kau sendiri di dunia ini. Kemarilah kapanpun kau mau dan kita nikmati setiap badai sambil minun kopi. Jangan pergi, kumohon sekali lagi padamu, sayangku.


Label: ,