Minggu, 24 Mei 2020

Tentang Luka

Seringkali dalam sebuah hubungan yang telah usai, orang-orang masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Seperti bagaimana seandainya jika dia tidak terlalu bodoh untuk pergi dari sebuah hubungan, yang sudah jelas dia lakukan atas banyak pertimbangan. Padahal konsekuensinya, orang yang meninggalkan akan menanggung luka. Sementara, orang yang ditinggalkan juga akan berantakan dan bahkan lebih terluka dari yang kita rasakan. 

Setelah, tahu rangkaian konsekuensi itu bukan tidak mungkin keduanya merasa seperti tak ada lagi kemungkinan berhubungan dengan orang lain setelah hubungan dengannya usai. 

Mengakui bahwa diri sendirilah yang menyakiti orang lain dan menerima luka itu berkali-kali lipat adalah kenyataan yang tidak harus lagi dikelabui dengan berpura-pura baik-baik saja. 

Apalagi mengatakan "Aku bahagia, asal dia bahagia" tidak akan mengubah apapun. Kalimat klise macam itu hanya omong kosong. Kenyataan kau terluka dan dia terluka adalah fakta. Orang-orang yang terus terjebak dalam kalimat itu, hanya akan tenggelam dalam derita ingatan berkepanjangan, sebab kau mencoba sehat sebelum waktunya.

Dia akan menemukan lagi bahagianya sendiri tanpa kau minta. Dengan atau tanpa persetujuan darimu dia akan menemukan jalan bahagianya sendiri, jika jalan kalian telah ditakdirkan berpisah maka jangan berusaha menyatukan kebahagiaan kalian dengan berpura-pura bahagia. Jujur saja pada diri sendiri bahwa kita terluka, bukan untuk memintanya kembali, namun mempersiapkan diri mengobati luka sendiri adalah sikap yang paling logis untuk dilakukan.

Maka sudah semestinya kita harus bahagia dan salah satu kunci untuk dapat membuka jendela kebahagiaan adalah jujur pada diri sendiri, tanpa menuntut diri harus bahagia melihatnya bahagia. 

Salam,. 


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda