Senin, 25 Oktober 2021

Kita hanya butuh sedikit waktu

Bahkan bunga dan tanaman pun membutuhkan waktu untuk menjadi cantik.

Aku melihat tanaman yang dimiliki oleh pecinta tanaman tropis yang rumahnya dipenuhi tanaman, ah sangat hijau dan menyejukkan. Lalu aku tergerak untuk mengikutinya. Aku sudah membeli sejumlah tanaman baik yang di online shop ataupun di toko tanaman. Ketika baru-baru ini kulihat toko tanaman itu sudah tutup, padahal aku punya keinginan untuk membeli tanaman yang belum sempat kubeli disitu. Dalam perjalanan pulang hari itu aku sempat menulis sajak tentang perasaanku yang masih sama seperti setahun yang lalu. 

Sampai hujan Bulan Oktober turun lagi dan tak terasa penjual bunga dan anak lelakinya telah pergi. Aku bertanya-tanya ketika kulihat bunga ekor kucing digantung depan rumah semetara tetes hujan meninggalkan jejak diantara bunga-bunganya. Aku tak membelinya waktu itu, dan sekarang aku sudah punya sendiri bunga yang sama.

Juga pegagan yang digantung itu?

Aku tak bisa lagi memintamu untuk membangunkanku di akhir bulan September karena aku sudah berada di pertengahan bulan Oktober. Rasanya memalukan saat aku lebih suka hujan di Bulan Desember yang selalu meneteskan kesenduan.

Pantaskah aku meminta hati yang tak pernah merasa muram padahal sejak semula hanya keresahan yang kutanam. 

Ajari aku menulis kisah bahagia kasih. Jika aku tak mampu menggerakkan tangan tuk menulis kisah manis. Hati dan tanganku terbiasa memaknai kesendirian.

Ketika aku melihat tanamanku, mereka terus bertumbuh setiap hari. Sebuah tanaman kecil yang dikirim jauh dari luar pulau Jawa. Layu, stress, tapi terus kurawat riap hari karena aku percaya mereka butuh waktu untuk menjadi dewasa. Setelah hampir setahun mereka benar-benar tumbuh mengagumkan. Bukankah aku sama dengan tanamanku itu?

 Aku sadar dalam rentang waktu untuk menjadi cantik dan dewasa, tanaman itu perlu waktu, perlu melalui masa-masa sulit, pernah mengalami keadaan seperti akan mati, diserang hama, ataupun kekeringan. Aku punya tanaman yang sekarat akibat stres setelah melalui perjalanan panjang dari toko bunga di Bogor, namun yang lainnya bertahan. Aku terus membiasakan diri untuk merawat tanaman-tanamanku sesulit apapun kondisiku, karena akupun merasa sangat malas setiap hari menyiram tanamna apalagi di sini temperatur udaranya sangat panas dan kering. Membiasakan untuk menyiram tanaman yang airnya diambil dari sumur butuh banyak kemauan untuk melakukannya. Dan aku memutuskan untuk mau merawatnya. 

Dari sana aku belajar bahwa pada awalnya semua akan terasa menyakitkan namun sesakit apapun keadaanmu teruslah berikhtiar untuk menyembuhkan luka. Meskipun aku tahu itu sama sekali mudah untuk diucapkan daripada dilakukan, namun aku telah memutuskan untuk mau merawat diriku sama seperti merawat tanaman yang hampir sekarat. 

Aku sama seperti tanaman-tanaman itu dan kita sama-sama makhluk Tuhan yang saling membutuhkan. Sekalipun untuk menyembuhkan diri butuh waktu hitungan tahun, juga sekelumit ingatan yang terus menggores kembali, disini kegigihanmu sebagai manusia diuji. Aku tidak akan menyerah denganmu. 

Aku akan memperjuangkanmu dalam kesakitan yang kau rasa, tak ada yang kulakukan selain mencoba menjadi dirimu yang merintih kesakitan lalu aku datang untuk menutup lubang di sekujur tubuhmu. Kupeluk erat tubuhmu dalam gigil yang manis. Aku percaya kita bisa sembuh.

Label: ,

Minggu, 02 Mei 2021

Diriku Usia 30

Awal Mei ini akan menjadi tonggak sejarah bagiku. Memulai semua yang sebelumnya kulakukan dengan ogah ogahan dengan lebih konsisten dan serius. Seperti memperbaiki blog ini, menerapkan pola hidup zero waste, bercocok tanam di rumah, memperbaiki kemampuan seni lukisku, membaca buku-buku dan mempelajari bahasa asing. Oh iya aku sedang menyukai bahasa Inggris, Spanyol dan Perancis. Intinya mari kita isi masa muda dengan penuh semangat. Kelak jika umurku panjang, aku bisa meninggalkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan semoga bisa memiliki sesuatu untuk diceritakan pada anak cucu.

 Setiap manusia pasti punya impian dan impianku sekarang adalah aku ingin melihat diriku bahagia kelak di usia 30 tahun. Tentu saja untuk mewujudkan semua itu, harus dilalui dengan penuh kesabaran. Pengalaman quarter life crisis yg menyerangku sejak 17 tahun hingga awal usia 23 tahun ini harus disudahi. Biarkan masa lalu tetap ditempatnya tanpa perlu mengusik kebahagiaanku hari ini. 

Aku berusaha membuat diriku yang berusia 23 tahun ini sebagai titik awal perubahanku. Memang tidak mudah dan penuh tantangan tapi aku percaya bahwa hidupku bermakna dan hanya ada satu di dunia.

Rasanya sangat mendebarkan sekali, ketika muncul sebuah kesadaran bahwa aku bertekad tidak akan menemukan penyesalan lagi di masa depan nanti.  

Hidup cuma sekali dan perasaan ketika aku menyukai atau menginginkan suatu hal tak pernah pudar. Sama seperti keinginanku yg membuncah untuk bisa melukis, dari dulu sampai sekarang tak pernah pudar hanya kadang sering merasa buntu dan kering inspirasi. Juga keinginan untuk bisa berbahasa inggris dan ke luar negri. Semua itu seperti mimpi yang terus menerorku untuk diwujudkan. Sekali aku lengah maka ia akan datang lagi dan menghantuiku dengan cara yang sama persis.

Tak masalah membuat kesalahan. Berhentilah menyalahkan diri sendiri juga jangan menghukum diri sendiri. Setiap detik yang terlewati tak pernah kembali jadi berhenti menyesali yang terjadi di masa lalu, lalu bergeraklah ke depan seiring dengan detik jam yang terus berdetak maju.

Label: ,

Kamis, 23 April 2020

Cahaya Hopper


Lukisan "Morning Sun" (Historia.id)

Aku pertama kali berkenalan dengan Hopper lewat buku berjudul Namaku Asher Lev karya Chaim Potok. Buku yang mengisahkan perjuangan seorang anak Yahudi untuk menjadi pelukis. Sebagaimana agama Islam yang melarang umatnya untuk menggambar makhluk bernyawa dalam Agama Yahudi juga demikian. Perjalanan hidupnya menuntun Lev bertemu pelukis yang mengajarinya teknik melukis. Hopper dan beberapa pelukis lain disebut-sebut dalam buku ini. Selesai membaca buku ini aku langsung menuju mesim pintar google untuk lebih dekat dengannya. Dan aku tidak salah mengagumi Hopper karena memang keren sekali dia. Setelah Monet, sang bapak impresionisme, Hopper adalah juga masuk yang terbaik dalam revolusi seni lukis.

Edward Hopper adalah seorang pelukis yang mendedikasikan jalan seninya pada pemahaman atas cahaya. Dan aku jatuh hati pada gaya Hopper menangkap cahaya lewat sapuan kuasnya. Benar-benar cemerlang dan jenius dalam seni. 

Beberapa waktu lalu historia.id membuat artikel tentang keterkaitan antara kondisi pandemi COVID-19 yang memaksa seluruh orang untuk berdiam diri di rumah dengan lukisan Hopper. Langsung saja aku tertarik untuk mengulasnya disini. Tentu saja dengan beberapa opiniku sendiri tulisan ini kudedikasikan untuk Hopper.

Himbauan lockdown  dan isolasi diri menjadikan pergerakan manusia terbatas dan tidak diperbolehkan keluar rumah dengan tujuan untuk memutus mata rantai virus corona. Banyak kesempatan kita jumpai orang-orang hanya bisa memandang indahnya cahaya pagi dari jendela. Pertokoan lengang. Kota tidak lagi ramai, malah terkesan seperti kota mati. Kehidupan semacam itu digambarkan dengan menakjubkan oleh Hopper pada beberapa lukisannya bertahun-tahun yang lalu. Cape Cod Morning, Nighthawks, Automat, dan Morning Sun adalah beberapa karya Hopper yang menggambarkan kondisi masyarakat saat ini. Hopper mampu menangkap cahaya-cahaya indah dalam suasana yang mencekam gelapnya pertokoan, suasana menyenangkan namun tidak dapat dijangkau, suasana kesendirian yang hangat dan suasana klise lainnya. 

"We Are All Edward Hopper Paintings Now" The Guardian.

Memang tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali dengan terus berikhtiar berdiam diri di rumah. Memang benar pernyataan bahwa kondisi kita tidak ubahnya para tokoh dalam bingkai-bingkai lukisan Hopper. 
Dan sekarang kita baru menyadari siraman cahaya matahari pagi di pantai atau berjalan-jalan di taman sebagai anugerah kenikmatan yang mahal harganya. 






Label: ,