Senin, 29 Juni 2020

Dan Hujan pun Berhenti

 Satu kata yang tepat untuk menggambarkan isi novel ini, DARK! Beneran deh, aku sampai bertanya-tanya apakah si penulis ini juga pernah mengalami perasaan seputusasa itu sama seperti yang dialami tokoh dalam novelnya. Karena rasanya sangat mustahil seorang penulis mampu melukiskan suasana psikologi orang begitu detail hingga bisa dirasakan oleh pembacanya tanpa pernah mengalami  sendiri dan hanya mengandalkan hasil riset.

Berbeda dengan novel teenlit lain yang lebih berorientasi pada kisah cinta. Novel ini memiliki nuansa gelap yang sangat terasa. Bagaimana perasaan tokoh yang diselimuti perasaan bersalah karena telah "membunuh" temannya yang ternyata pacar cowok yang disukainya. Jangan berharap jika aku membaca novel ini saat berusia 13 tahun an mungkin kana terdistraksi. Jadi beruntung aku membacanya saat usiaku sudah cukup matang untuk membedakan mana kenyataan dan fiksi. Meskipun jujur saja saat jni pun juga masih sering terdistraksi hanya gara-gara membaca novel atau sekedar membaca artikel.

Karena karya-karya keren seperti ini biasanya punya konfilk tak terselesaikan atau seandainya terselesaikan akan memiliki alur yang tragis. Oh, iya perlu dicatat disini, ada adegan self-harm yang mengarah pada suicide yang dilakukan di tokoh wanita.

Sabtu, 27 Juni 2020

Menepi

Apa yang terbersit dipikiranmu ketika menjumpai kata ‘meninggalkan peradaban’? Terasing, kesepian, dan mengerikan. Well, disini aku hanya ingin sedikit bercerita tentang apa yang aku rasakan akhir-akhir ini. Hidup di pedesaan selama pandemi ternyata sangat efektif mengurai benang kusut di kepala. Hidup di pedesaan jauh dari peradaban dan meninggalkan peradaban adalah surga.

Sebelumnya, pernahkah kita sadari bahwa selama ini hidup penuh dengan waktu yang membuat kita merasa seperti terpenjara dalam kebebasan? Kita bebas secara fisik tapi mental kita terpenjara. Bangun untuk menyadari banyak hal yang harus dikejar dan waktu kita yang sangat terbatas. Hingga tak memberi kesempatan untuk bernafas. Dunia seolah-olah ingin menelanmu jika kau tak lekas bergegas. Sangat melelahkan. Apalagi untuk orang-orang introvert yang mudah tertekan, kondisi ini akan menjadikan mereka cepat kehabisan energi dan terjerumus dalam depresi. Luar biasa. Sementara itu media sosial penuh orang-orang yang kalau kata Aan Mansyur:

Mereka bicara tentang segala sesuatu, tapi kata-kata mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka tertawa dan menipu diri sendri menganggap hidup mereka baik-baik saja. Mereka berpesta dan membunuh anak kecil dalam diri mereka.

Aku senang berada di antara orang-orang yang patah hati. Mereka tidak banyak bicara, jujur, dan berbahaya. Mereka tahu apa yang mereka cari. Mereka tahu dari diri mereka ada yang telah dicuri.

Ah, benar. Dunia memang sudah sangat gila bahkan sejak awal, maka jangan heran jika lebih banyak orang patah hati dibanding senyum semu foto para calon legislatif di pinggir jalan. Lagipula tentang orang patah hati tidak selalu berarti dia dikecewakan oleh cinta. Patah hati bagiku memiliki makna yang sangat luas. Patah hati adalah segala hal yang mewujud kebohongan berselimut kebenaran. Setiap orang pernah patah hati. Bohong sekali jika mereka bilang tak pernah patah hati selama hidupnya. Ada banyak cara hidup memberi pelajaran tentang patah hati. Mereka yang dikecewakan oleh mimpi dan harapan adalah patah hati. Mereka yang terlihat hidup sempurna tapi batinnya menangis adalah patah hati. Dan sistem masyarakat yang penuh tekanan, tuntutan, todongan adalah patah hati yang tumbuh subur di tanah ini.

Tak heran bila seorang Alexander Supertramp atau yang memiliki nama asli Christopher Johnson McCandless memilih menjadi penjelajah dan hidup bebas di alam liar dibandingkan masuk Havard jurusan hukum. Christopher McCandless memilih menjauh dari hingar bingar kehidupannya yang bisa dibilang sudah mapan demi dapat menyatu dengan alam karena ia tahu apa yang benar-benar ia inginkan.

Lingkungan keluarga yang menurutnya penuh kemunafikan, terutama dari kedua orang tuanya dimana sang ayah sering melakukan kekerasan pada ibunya dan menutup-nutupi apa yang terjadi dalam rumah agar tampak sempurna di mata orang lain. Hal itulah yang membuat McCandless merasa lelah dibohongi dengan semua kemapanan dan kenyamanan yang nyatanya penuh kepalsuan. Ia tak ingin terus hidup dalam patah hati.

Kutipan dari Thoreau ini sangat menarik bagi McChandless:

Rather than love, than money, than faith, than fame, than fairness… give me truth.

McChndless benar-benar menginginkan hidup yang jauh dari peradaban dan “menemukan dirinya.” Dia benar-benar ingin survival di alam liar. Tanpa telepon genggam dan jauh dari bising orang-orang  yang sibuk menunjukkan kesuksesan mereka.

Maka berkatakalah kehidupan, “cobalah menepi sejenak, lepaskan semua perhiasan dunia, mereka tak lebih dari sekedar pakaian mewah yang membuatmu sesak napas.” Akhirnya pada akhir Juni 1990 McChandless memulai petualangannya di alam liar Alaska yang baginya adalah sebuah perjalanan yang:

Tak lagi diracuni oleh peradaban, ia lari, dan berjalan sendiri menyusuri daratan agar hilang di alam liar” 

Dan kini saatnya bilang welcome to the jungle. hahaha...  Benar-benar nekad karena bisa dibilang wawasan survival McChandless di alam liar tergolong minim. Padahal Alaska dikenal sangat ganas, sunyi dan penuh kebekuan. Parahnya lagi segala perbekalannya dibuang, peta, dan bahkan jamnya dia tinggalkan. McChandless hanya ingin menjalani hidup tanpa tahu hari apa itu, waktu apa itu atau di mana ia berada. Namun, akhirnya dia ditemukan tewas karena keracunan tumbuhan liar di kantong tidurnya.

Disini yang ingin aku sampaikan adalah, bahwa naluri alami manusia adalah untuk bebas. Manusia dilahirkan untuk tidak terikat dengan segala distraksi yang bisa saja menggerus kepribadiannya sendiri. Tiap hari kita ‘bergesekan’ dengan orang lain hingga kita jarang mengajak diri sendiri berbincang tentang apa yang sebenarnya  kita inginkan dalam hidup. Jangan sampai di ujung pencarian nanti, kau akan menemukan diri yang tidak lagi dimiliki sendiri. Keinginaan, kebahagiaan, dan hasrat kita disetir oleh orang lain. Sama seperti McChandless yang tidak ingin disetir oleh keinginan orang tuanya agar meneruskan kehidupan mapan namun tak sesuai dengan kata hatinya, dia dengan senang hati menjalani idealismenya di alam liar.

Bagiku McChandless adalah sosok pribadi yang ekstremis dan idealis. Dia memilih menjalani hidup dengan caranya sendiri dan melupakan semua sistem dalam kehidupan sosialnya. Ada sekelompok orang yang menjudge bahwa McChandless adalah orang bodoh namun banyak pula yang menjunjungnya tinggi-tinggi sebagai seorang petualang sejati.

Yah, sebagai makhluk yang lemah, aku sangat mengapresiasi keberanian McChandless karena aku sendiripun tidak benar-benar yakin bisa bertahan selama 113 hari seperti dia di alam liar, haha. Sempat terbersit dalam benakku betapa kuatnya idealisme seorang  McChandless. Kita dapat belajar darinya sebagai salah satu pendobrak yang mengajak kita menelisik kembali apa yang sebenarnya kita maui dalam hidup.

Mencoba lebih sering mengunjungi kedalaman sanubari kita dan mengajaknya berbincang tentang apa saja saat akhir pekan adalah solusi yang paling bagus untuk saat ini. Atau bisa juga dengan menjauhkan diri sejenak dari riuh dunia dengan menepi. Nonaktifkan sebentar semua media sosial, kemudian habiskan waktu untuk berbincang dengan ibu dan bapak di kampung. Rasakan segarnya udara pagi disana dan jalan-jalanlah ke pelosok desa. Aku rasa itu adalah terapi yang paling manjur agar kita tidak terus merasa seperti ‘budak peradaban’ yang tak kenal belas kasihan.

Selamat berakhir pekan, kawan . .

Maafkan aku yang sering terlambat membalas pesan kalian hehe

Label: , ,

Selasa, 23 Juni 2020

Bunga abadi



Yang kering kan menunas. Yang patah tumbuh dan yang hilang kan berganti.

Aku telah menyimpan bunga kering ini berbulan-bulan lamanya. Niat awalnya memang ingin kugambar. Namun karena kondisi psikologis yang sering berantakan baru sempat ku gambar sekarang. Itupun hasilnya jelek sekali bukan? Ah, biarkan saja, toh ini juga aku yang buat sendiri. Haha skillku menurun drastis gara-gara sakit ini. Tapi, alhamdulillahnya sekarang kondisiku sudah mulai membaik dan sedang berjuang untuk berkarya lagi, yeay ^,^

Bunga kering ini sebenarnya termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Bunga ini kupetik di kebun singkong depan rumah mbahku. Sebenarnya spesies ini termasuk gulma dan biasa diberantas tanpa sedikitpun ditengok untuk dihargai. 

Ya, perasaan insecure dan depresi memang sering bermunculan seperti gulma dalam diri siapa saja. Mereka mirip sekali dengan sakit pilek. Musiman dan selalu ada pemicunya. Saat kambuh itulah kita hanya bisa menerimanya dan berjuang untuk sembuh agar bisa terus hidup. 

Balik lagi ke bunga rumput ini. Sebenarnya aku tidak terlalu kenal apa nama bunga ini karena memang tidak ada yang mempedulikannya juga di jurnal-jurnal. But, for some reason bunga ini sangat mempesona. Warna bunga ini ungu muda sedikit putih di bagian pangkalnya. Struktur bunganya mirip dandelion. Saat sudah keringpun masih terlihat eksotis. Cukup sulit untuk digambar memang dan aku belum menemukan teknik yang tepat untuk melukisnya. Ukuran bunganya yang sangat kecil juga cukup menyulitkan sekali. Tapi aku tak mengerti alasannya, di mataku bunga ini cantik. Well, akhirnya jadilah illustrasi bunga imut ini. 

Aku seperti melihat potongan diriku dalam rumput. Haha cukup melow banget perumpamaan ini ya.. 

Biarlah memang lagu yang patah akan tumbuh dan yang hilang kan berganti sedang bergaung merdu menemaniku saat ini. Banda neira is here, . . 

Selasa, 16 Juni 2020

Self-harm dan Hal-Hal yang Sering Kita Sembunyikan

pinterest

Lain waktu, aku temukan dia membawa korek api kemana-mana. Ketika kutanya untuk apa korek itu, dia jawab untuk membakar jarinya. Astaga. Apa yang ada dikepala cantiknya itu. Aku tak mengerti, hingga terus aku paksa dia bercerita. Api membuatnya merasakan sakit, katanya. Ya Allah, sebenarnya apa yang berkecamuk dalam pikirannya itu. Aku hanya bilang aku sedikit ngeri melihat kelakuannya dan dia hanya menanggapinya dengan senyuman. Senyuman yang tidak dapat aku artikan dengan kata-kata.

Di lain kesempatan aku temukan dia, mengacak-acak rambutnya dan membenturkan kepala ke tembok. Ketika kutanya kenapa, jawabnya sama, dia ingin merasakan rasa sakit. Setelah melakukan hal yang tak kupahami seperti itu, dia akan menangis tanpa alasan. Bahkan, dititik paling ekstrem, seseorang dapat mematahkan tulang sendiri untuk merasakan rasa sakit. Kita bisa merasa bahwa orang-orang ini, tidak bersyukur, dan kufur nikmat. Mungkin seperti itu, pandangan sebagian masyarakat kita yang menganggap self-harm adalah aib. Namun, seseorang seperti dia adalah salah satu dari sekian juta manusia yang mengalami permasalahn psikologis. Banyak emosi yang tidak sempat ia salurkan di masa lalu. Seakan-akan emosi itu telah ditekan mati-matian dan disembunyikan rapat-rapat agar dia terlihat tangguh dan kuat di hadapan orang lain. Akibatnya, emosi yang harusnya keluar di masa lalu malah keluar di masa sekarang.

Self-harm adalah masalah psikologis yang hampir sebagian orang di seluruh dunia pernah memikirkan atau bahkan pernah melakukan. Self-harm sendiri adalah sebuah tindakan untuk mengalihkan emosi dan bukan untuk tujuan bunuh diri. Self-harm ini biasanya akan dilakukan seseorang ketika menghadapi tekanan masalah yang cukup sulit untuk diatasi sendiri. Hingga akhirnya dia tidak tahu bagaimana melampiaskan emosi itu dengan cara yang baik. Seolah-olah emosi normal telah mati dan membentuk model baru berupa pikiran atau tindakan untuk melukai diri sendiri. Pelaku self-harm sesungguhnya sadar betul dengan apa yang dia lakukan, namun dia merasa melukai diri sendiri adalah tindakan yang tepat untuk dapat lagi merasakan sakit. Melihat darah yang keluar, akan menimbulkan perasaan puas bagi pelaku. Awalnya, takut melakukan self-harm, namun semakin dicoba pelaku akan semakin memperoleh perasaan puas. Hingga tidak jarang di lengan seseorang yang sering melakukan self-harm meninggalkan bekas luka yang cukup banyak dan biasanya mereka selalu mengenakan baju lengan panjang untuk menutupi bekas lukanya. 

Self-harm bukan aib yang dibutuhkan teman-teman kita ini adalah banyak dukungan mental dari orang lain dan bukan penghakiman. Ketika kita mendapati teman kita atau bahkan diri kita sendiri pernah melakukan atau memikirkan tindakan itu, bicaralah ceritakan masalah anda pada orang yang kamu percaya. Segera mencari pertolongan dan jangan menyendiri adalah solusi untuk menghindari self-harm

Kita tidak bisa membendung perasaan masa lalu, tapi kita bisa menerimanya sebagai bagian dari diri kita hari ini. Emosi kita dahulu memang harus dikeluarkan segera agar tidak meledak hari ini dan mengganggu produktifitas kita. Kita bisa mencoba untuk kembali ke masa lalu, membayangkan peristiwa yang menyakitkan itu lagi, dan menangis untuk hal itu hari ini. Menangislah sampai rasanya sudah tidak ada lagi alasan bagimu untuk menangisi kejadian itu. 

Sekelam apapun pengalamanmu di masa lalu, ia hidup di masa lalu, dan dirimu yang sekarang adalah apa yang kamu hadapi hari ini. Ketika pengalaman itu merangsek masuk kedalam pikiranmu terima dia, dan sambutlah setiap tangis ketakutannya. Jangan menghindar tapi peluklah mereka semua sebagaimana kamu mengakui bahwa dirimu yang sekarang ada karena mereka semua. Mari peluk semua luka, usap bahu mereka, dan katakan bahwa itu tidak akan terjadi lagi. Semua telah baik-baik saja dan terus baik-baik saja. Salam hangat, untukmu yang sedang berjuang dengan masa lalu. Aku selalu disini untuk menyembuhkanmu.

 

P.S., I miss you when you feel alone

P.S., I’m with you, wherever you go

P.S., I get you, so,

P.S., come home

P.S., I love you, that’s all that I know

Label: ,

Sabtu, 13 Juni 2020

Review: Crime and Punishment

Novel karya Dostoyevsky paling popular yang berjudul Crime and Punishment ini akan mengajak kita menyelami petualangan psikologis Raskolnikov (Rodya) yang merancang dan melakukan pembunuhan untuk mewujudkan keyakinannya akan dunia yang lebih baik dengan cara membunuh. Cukup menantang dan membuat otak berpikir keras, tentang apa sebenarnya yang sebenarnya terjadi pada kejiwaan pelaku. Dalam novel ini kita akan dikenalkan dengan istilah kasus psikologi Homicidal mania. Homicidal mania adalah suatu kasus pembunuhan yang dilakukan tanpa motif untuk mengambil harta korban bahkan pelakunya tidak mengambil sepeserpun harta korban.  Kejahatan semacam itu hanya mungkin dilakukan dalam kondisi kejiwaan yang sedang kacau dan memang benar Raskolnikov dikisahkan mengalami banyak tekanan psikologis akibat kemiskinan. 

Aku menemukan novel ini setelah melihat tayangan TED-ed yang berjudul “Why we should read Crime and Punishment?” Aku pun memutuskan untuk membaca buku yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia tebalnya sekitar 480 halaman dan aku hampir-hampir tidak ingin berhenti membacanya. Ceritanya sangat mengalir dan penuh kejutan.  Para tokoh yang dihadirkan mempunyai karakter yang sangat kuat dan sangat kritis pada kondisi di sekitarnya.  

Kalimat awal novel ini menampilkan dengan suasana ketakutan Raskolnikov saat hendak keluar dari kamar dengan mengendap-endap, agar tak ketahuan ibu kos yang sangat galak. Kondisi kamar Raskolnikov yang digambarkan sangat berantakan dimana baju-baju bertumpukan di sofa dan debu-debu mengerak di atas meja cukup untuk menggambarkan kondisi psikis yang sedang tidak baik.

Raskolnikov juga terbebani oleh isi surat dari ibu dan adik perempuannya yang bilang sangat bergantung sepenuhnya pada dirinya  dan rela melakukan bahkan mengorbankan apa saja agar hidup Raskolnikov lebih baik. Sementara, saat itu posisinya sebagai mahasiswa yang putus kuliah dan terjepit masalah ekonomi, menambah tekanan mental tersendiri bagi Raskolnikov. Alyana Ivanovna adalah tokoh yang dibunuh Raskolnokov, dia adalah ibu kos yang gemar menerima jaminan barang dari mahasiswa yang tidak punya uang seperti Raskolnikov dan mahasiswa-mahasiswa yang terjepit hutang dari Ivanovna tak akan bisa lagi berkutik, seluruh perekonomiannya berantakan dan hutangnya banyak. Raskolnikov sendiri menunggak pembayaran uang kos selama 4 bulan dan telah menjaminkan barang berharga yang ia miliki. Dampak kemiskinan, keputusasaan, kejengkelan akan kemelaratan dan kegagalan hidupnya tampak terlihat pada kondisi kejiwaannya saat itu.

Karya ini benar-benar cocok untuk pembaca yang menyukai genre psikologi dan detektif. Saat membaca novel ini kita seakan-akan digiring untuk ikut merasakan pergulatan batin Raskolnikov sebelum dan sesudah pembunuhan yang ia rancang untuk Alyona Ivanovna. Hingga akhir novel Raskolnikov tak pernah merasa menyesali kejahatannya karena percaya bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebaikan untuk orang banyak meskipun ia harus menumpahkan darah seseorang. 

Dalam pikiran Raskolnikov manusia dibagi menjadi 2 kategori yaitu orang inferior (orang biasa yang tugasnya cuma untuk mereproduksi makhluk sejenis) dan orang besar yang dianugerahi kemampuan untuk mengabarkan sabda-sabda baru. Orang inferior menurutnya layak untuk dikendalikan, sementara orang yang kedua adalah orang yang berada di atas hukum. Menurutnya jika untuk mewujudkan cita-cita itu harus memaksanya untuk mengarungi lautan darah, maka ia berhak untuk melakukannya. Diposisi ini Raskolnikov membayangkan bahwa dirinya bisa saja merupakan orang besar yang demi kepentingan umat manusia, untuk melenyapkan penghalang dengan cara merampok atau membunuhnya.

Sangat mengerikan membaca pemikian Rodya yang seperti ini makanya Razumini langsung memotongnya dengan mengatakan “Kamu serius, Rodya? Itu artinya kamu menyetujui pertumpahan darah yang dilakukan atas nama suatu keyakinan, suatu fanatisme. Sangat menakutkan pertumpahan darah semacam itu …. Lebih mengerikan ketimbang pembantaian yang dilakukan secara legal dan diakui undang-undang …. ” 

Setelah kejadian pembunuhan itu berhasil Raskolnikov lakukan, ia jadi sering terlihat seperti orang gila. Dia mendatangi lagi flat wanita tua, menanyakan tentang darah yang tergenang, dan membunyikan bel berulang kali. Disini tampak sangat terlihat dampak psikologis seseorang yang melakukan kejahatan.

“Ia melangkah ke luar, tubuhnya gemetar karena histeris; sepertinya ada semacam kegairahan yang meledak-ledak di hatinya. Keletihannya meningkat. Kejutan sekecil apapun bisa langsung merangsang energinya, namun kekuatannya melemah sesaat setelah rangsangan itu berlalu.” (130) 

Kita dapat menemukan motif dibalik pembunuhan yang dilakukan Rodya (200-205) setelah Porfiry (detektif polisi) memancingnya dengan berbagai pertanyaan tentang sikapnya pada kejahatan. Selanjutnya kita akan bertemu dengan pengakuan langsung Raskolnikov, bahwa seorang penjahat seidealis apa pun dia atas keyakinannya akhirnya akan menderita karena kesalahannya.

“…. meskipun dia punya keyakinan, dia akan tetap menderita karena kesalahannya. Itulah hukumannya; dan itu sama buruknya seperti penjara.” (206)

 

Novel ini juga mengajarkan tentang pandangan Sonia soerang pelacur muda tentang bunuh diri bagi dirinya. Sonia adalah gadis muda 20 tahun yang terpaksa menjual diri agar ibu tiri dan ketiga adiknya tidak mati kelaparan, sementara bapaknya adalah orang yang gemar mabuk-mabukan sehingga ia merasa harus bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Tokoh-tokoh inti dalam novel ini memang banyak berada di posisi yang sulit. Sehingga, tekanan lingkungan dan kondisi psikis yang tidak stabil yang melatar belakangi tindak kejahatan dan bunuh diri dihadirkan secara nyata dihadapan kita dan kita akan merasa tidak punya kuasa untuk mencegah kengerian-kengerian yang akan terjadi selanjutnya.

“….. kamu memang banyak melakukan dosa, dan dosamu yang terbesar adalah menghancurkan dan mengkhianati dirimu sendiri tanpa mendapatkan apa-apa. Bukankah itu menakutkan? Kamu hidup di tengah sampah yang membuatmu jijik, namun pada saat yang sama kamu menyadari bahwa tanpanya kamu tak bisa berbuat apa-apa. … ” kalimat paradox yang dilontarkan Raskolnikov pada Sonia atas kondisi hidupnya dan mempertanyakan lagi kenapa ia harus hidup. 

Tokoh Sonia inilah yang nantinya mengantarkan Raskolnikov memahami apa arti hidup dan tanggung jawab. Bahwa cintanya lah yang berhasil mengantarkan Raskolnikov pada pencerahan. Jiwanya yang mati dan dingin tanpa sentuhan cinta menjadi berubah. Sonia merengkuh sisi kelam dan paling gelap Raskolnikov dan mengantarnya menuju cahaya.  Raskolnikov menyerahkan diri kepada polisi tanpa pernah mencoba untuk membela diri dan bahkan malah membesar-besarkan kesalahannya sendiri. Hal itulah yang menjadikan hakim melihat ada yang tidak beres dengan kondisi jiwanya ketika melakukan kejahatan, akhirnya ia divonis 8 tahun kerja paksa di penjara kelas dua Siberia.

Jika kau mau membaca perjalanan hidup Dostoyevksy maka kau akan bisa melihat bahwa Raskolnikov memiliki sebagian besar pengalaman Dostoyevsky sendiri. Sangat menarik dan benar-benar bagus novel ini. Ada satu kutipan dialog batin Raskolnikov tentang hidup yang membuatku sangat mengerti arti hidup dan ini juga dikatakan oleh Dostoyevski ketika akan dipenjara di Siberia sementara temannya yang lain telah di vonis mati dihadapannya sendiri, seperti ini kutipannya:

“Dimana pernah kubaca tentang seseorang yang divonis mati yang berkata atau berpikir, satu jam sebelum kematiannya, bahwa jika ia hidup di atas batu karang yang terjal, di atas pijakan sempit yang cuma muat untuk berdiri, atau di tengah lautan yang dikelilingi kegelapan dan kesunyian abadi, jika ia harus hidup di tempat sempit itu sepanjang hidupnya, maka hidup yang semacam itu jauh lebih baik dibanding mati! Cuma untuk hidup, untuk hidup, untuk hidup! Dia benar! Benar!”


Novel ini memang layak untuk dibaca. Percayalah, kalian tidak akan menyesal menghabiskan waktu untuk menikmati setiap alur cerita dalam novel ini.

Label: , ,

Aku dan Badaimu





Ini adalah cerita bebasku tentang lagu Before You Go- Lewis Capaldi.
Aku telah menerima suratmu dan aku terus teringat Before You Go dan sangat ingin menyanyikan lagu ini untukmu agar kau tahu, bahwa kau masih punya aku disisimu. Aku telah menulis lagi suratmu, semoga kau tidak keberatan.

"Hai, apa kabar? 
Maaf aku selalu mengulang2 kata maaf. Berulang kali aku menghapus dan menulis lagi pesan ini, namun akhirnya kuberanikan saja mengirimnya.

Pesan ini mungkin akan mengganggumu dan mungkin kamu akan merasa jijik padaku. Saat ini yang terbersit di pikiranku hanya kamu. Aku tahu kamu sangat sibuk dan sungguh, aku tidak memintamu untuk membalas pesan ini. Cukup dengarkan aku sebagai makhluk yang katanya adalah seorang manusia saja.

Aku merasa bahwa kamu adalah teman yang menyenangkan. Jujur, aku sangat senang ketika lebaran kemarin kamu bilang masih mengingat aku. Aku menanyakannya untuk memastikan bahwa aku ini masih ada. Ah, benar-benar melegakan mendengar jawabanmu itu. Ketika aku pernah menulis bahwa kabarku baik-baik saja. Sesungguhnya aku tidak sedang baik-baik saja. Nomor wa ku tidak aktif lagi. Jadi aku menghubungimu disini.

Aku hanya sempat berpikir bahwa kamu mungkin bisa mengerti yang aku rasakan. Kita mungkin hanya berkenalan lewat wa tapi itu sudah cukup untukku mengerti apa yang mungkin dulu pernah kamu rasakan. Aku bisa mengerti ada rasa sakit yang pernah kamu sembunyikan. Tapi aku tak berani menanyakannya langsung padamu. Aku takut kamu akan kembali mengingat luka itu dan itu menyakitkan. Aku pernah dan sedang mengalaminya.

Aku merasa bahwa kamu juga bisa merasakan apa yang terlintas dipikiranku saat ini. Kamu mungkin akan berpikir, "Kenapa aku yang kau beritahu? Bukankah kau punya banyak teman?" Aku tidak seperti itu, aku tak punya banyak teman yang mampu memahami perasaanku. Aku berteman dengan mereka seperti mengenakan topeng tebal, itu sungguh melelahkan. Aku lelah sungguh lelah dan aku tak bisa bicara hal semacam ini pada mereka.

Aku juga tidak mengerti kenapa aku sangat ingin mengirimimu pesan ini. Akhir-akhir ini aku sering berfikir untuk melukai diri sendiri. Melukai diri sendiri yang kumaksud adalah aku membayangkan tangan kananku memegang pecahan kaca atau pisau daging atau silet tajam dan aku merasakan darah mengucur dari lengan kiriku. Ah, ini benar-benar membuatku hampir putus asa. Kau pernah punya pikiran seperti itu? Semoga tidak, karena ini sangat mengerikan. Aku saja bergidik ngeri dengan pikiranku sendiri. Aku tahu yang kupikirkan dan hampir kulakukan ini benar-benar diluar kemauanku, tapi aku tak tahu lagi bagaimana cara mencegah pikiran ini. Bahkan suatu hari, ketika di Bogor untuk penelitian bulan Maret lalu, aku sempat berpikir untuk bunuh diri. Banyak tekanan dan masalah yang kurasakan disini. Bayangkan betapa bodohnya aku ingin bunuh diri di kota orang. Untungnya aku masih bisa menahan diri dan masih hidup sampai saat ini. Itu masa-masa paling gelap dalam hidupku. Aku sering menangis. Sangat sering. Tapi tak ada yang tahu.

Aku tak punya keberanian untuk menulis hal semacam ini pada temanku yang lain.  Apalagi membuat status di media sosial. Mereka akan menjauhiku, mengabaikanku, atau bisa jadi akan mencapku sebagai orang gila. Aku telah lama menarik diri dari orang-orang, aku lelah mengenakan topeng. Aku juga tidak bisa berbicara pada keluargaku, mereka akan berpikiran macam-macam dan akan menceramahiku banyak hal. Aku tak mau itu terjadi, yang aku mau mereka hanya melihatku kuat dan bahagia saja, biarkan perjuanganku yang melelahkan ini kutanggung sendiri. Aku tak ingin mereka khawatir.

Setiap hari yang kurasakan adalah aku berjuang untuk tidak melukai diri. Aku membunuh pikiran-pikiran burukku satu persatu. Aku melakukan hal-hal yang menurut orang sangat bagus untuk masa depan tapi kosong menurutku. Mentalku memang sangat buruk. Aku sering depresi, pernah menjadi penderita OCD, dan kecenderungan untuk self-injured, sejak aku SD hingga saat ini.

Jika orang-orang merasa masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan maka itu tidak berlaku untukku. Aku merasa hidup tanpa perasaan. Mati rasa semenjak bapak meninggal. Aku pernah merasa sangat senang lenganku patah. Ah, benar-benar gila. Mana ada orang yang bahagia saat lengan kanannya patah dan harus di operasi, dan parahnya aku bahkan mulai bisa melihat hantu-hantu. Saat itulah aku mulai merasa ada yang salah dengan diriku. Aku bahkan sangat ingin pergi ke psikolog. Tapi kuurungkan niatku, karena ibuku pasti khawatir. Dan alhamdulillah aku masih berhasil melewati masa-masa itu.

Aku menyadari mentalku bermasalah. Ada dua orang dalam diriku. Satu orang sangat perfeksionis dan ingin kelihatan kuat dalam segala hal, dia punya ego yang sangat tinggi, target-target besar dan kadang pengkhayal hebat. Sementara, satu yang lain sangat jujur dan tidak ingin menyakiti perasaan siapapun, dan hidup sesuai kemampuan. Mereka sama-sama kuat. Aku berperang dengan diriku sendiri untuk waktu yang tidak bisa kukenali. Bisa hari ini, bisa tahun lalu, bisa bulan depan dan bisa tidak berwaktu dan bertempat.

Sampai saat ini sekalipun, aku merasa sangat berdosa padamu, karena membuatmu terluka ketika aku sering mengabaikan pesanmu. Kamu boleh marah padaku dan kamu berhak untuk itu. Kejadiannya memang sudah sangat lama sekali bukan? Namun disini aku masih hidup dalam rasa bersalah. Aku sering menangis sendiri. Aku merasa menjadi manusia paling brengsek di dunia ini. Aku jahat. Aku tahu itu, dan lebih jahat lagi ketika aku masih berusaha membela diri dengan merasa tidak bersalah atas apa yang kulakukan. Sampai saat ini pun aku sangat menyesalinya. Aku tidak ingin hidup seperti ini. Kamu pasti tahu maksudku, kan?

Aku hanya berharap kau mau membaca pesan ini dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Selanjutnya, aku mohon padamu agar tidak terlalu memikirkannya dan aku mohon jangan kau ceritakan pada siapapun. Karena aku mempercayaimu pada setiap kata-kataku dan aku masih selalu mengingatmu.

Salam, 
Dari orang yang sedang berjuang untuk terus hidup,

Dia"

***
Kau menulisnya dengan berurai air mata, aku ingin mengusap air matamu. Kau merangkai setiap kata dengan hati penuh luka, aku bisa merasakannya. Aku melihat dirimu akan pergi, tapi sekali lagi ada yang perlu  kukatakan padamu, bahwa aku masih menyayangimu. Jadi, jangan berpikir kau sendiri di dunia ini. Kemarilah kapanpun kau mau dan kita nikmati setiap badai sambil minun kopi. Jangan pergi, kumohon sekali lagi padamu, sayangku.


Label: ,

Rabu, 10 Juni 2020

When Life Gives You Lemons



Facebook.ac.id (Dani Till art)

Sebuah lukisan dari cat air karya anggota Watercolor Beginner and Antusiasm, Dani Till. 

Sarkastik yang memukau tentang ekspresi manusia ketika dihadapkan pada sebuah permainan hidup yang seringkali tidak manis sama sekali. 

Hidup memang gemar mempermainkan hati manusia. Kadang membuatnya membumbung tinggi ke langit sementara di lain waktu jauh jatuh terjerembab di dasar bumi. Dan diantara dua pasak perasaan manusia itu, ada berjuta-juta perasaan yang dapat tertangkap lewat raut wajah. Salah satunya raut wajah ketika makan buah lemon. Jika kau berhasil menangkap momen singkat itu akan terlihat sangat lucu dan sayang untuk dilupakan. 

Seasam apapun buah lemon semua orang pasti pernah memakannya ada yang menerima sesasi itu apa adanya sambil meringis puas namun ada yang menerimanya dengan beberapa persyaratan untuk disamarkan dengan gula-gula. Lemon juga dapat disimbolkan sebagai rasa sakit hati seperti luka menganga disiram air lemon. Meringis dan sakit bukan main rasanya. Raut wajah itulah yang ingin disampaikan oleh pelukis. 

Meringis saja bisa bermacam-macam bentuknya. Meskipin sama-sama menyebabkan 17 otot wajah tertarik keatas namun meringis sama sekali berbeda dengan tersenyum. 

Dalam beberapa kasus meringis itu, kita akan bertemu manusia yang tidak bisa mengekspresikan diri. Lagi pula siapa yang peduli dengan wajah diri ketika menjumpai keadaan diluar ekspektasi dan penuh kejutan seperti hidup yang memaksa kita menerima lemon? Atas dasar ketidakpedulian itulah seni lukis tak pernah mati. 

Lewat lukisanlah seseorang dapat berkaca dan melihat dirinya dipermainkan hidup. Menertawakan kondisi abnormal yang nyatanya sesuai dengan kenyataan tanpa perlu bicara blak-blakan. Maka sekali waktu rehatlah sejenak, berkunjunglah ke galeri seni atau paling tidak lihatlah lukisan-lukisan yang berserakan di media sosial. Karena setelah menulis, melukis dan memandang lukisan adalah upaya untuk merawat kewarasan diri.
 

Label:

Selasa, 09 Juni 2020

Aku Akan dan Terus Merindukanmu

Apa yang orang bilang tentang perpisahan selalu benar. Mendapat kata pamit sebagai kata lain dari perpisahan tidak kusangka meninggalkan rasa yang seabstrak ini. Memang kau bebas mengatakannya tanpa peduli ada rasa sesak yang mengintai. Sementara, aku, akan hidup sebagai orang asing di kamar ini yang semakin sesak tanpa dirimu. Aku tak pernah menyukai "pertikaian" namun pamit sungguh merupakan adalah awal "pertikaian" bagiku. Mereka menyimpan sebilah belati di lengan pelukan dan kenangan tentang mereka seperti liken yang terus menempel pada pohon untuk menandai bahwa mereka akan terus hidup disana bukan untuk waktu singkat. 

Saat kau bilang pamit, aku menemukan kembali diriku sedang hidup di masa lalu. Kita di pantai. Menghabiskan senja di tepi pantai dan masih membawa buku sketsa bersama kita. Terlihat aneh untuk ukuran manusia yang katanya modern masih membawa buku sket saat akhir pekan. Sungguh, tidak demikian adanya, bagiku  kenyataan bahwa sketsa adalah sebuah proses keindahan adalah mutlak. Sama seperti manusia yang terus berproses untuk kemudian hilang dari peredaran maka aku ingin membuatnya abadi dengan melukis apapun yang kuinginkan semauku. Itulah, gunanya seni. Mereka tidak menuntutmu menjadi the next Picasso, Michaelangelo, van Gogh, Monet, atau Hopper. Mereka hanya memintamu menghargai waktu dan kenangan dengan menjadikan waktu sebagai cat dan kenangan sebagai kanvas untuk melukiskan sejarah hidupmu yang baru, meskipun mereka tak lagi menemanimu.

Sempat aku melukis lengan kepiting sambil duduk di bebatuan bibir pantai dan kau menemani keanehanku ini. Aku menemukan lengan kepiting di atas batu. Mungkin lengan itu masih ingin mencubit udang atau bahkan juga gemas dengan pipimu yang kemerah-merahan itu. 

Apa yang lebih indah selain melukis di tepi pantai, sayang. Andai saja waktu itu aku berani menatap wajahmu. Akan kulukiskan ranum sang surya dalam tirai langit senja yang jatuh di parasmu. 

Saat itu, aku melihat masa depan, aku melihat masa lalu sebagaimana kau melihat dirimu. Penuh janji dan kepastian layaknya pucuk tunas di musim semi. Aku melihatmu melalui mata sepasang anak-anak lucu yang bermain air dengan ayahnya. Aku melihat dirimu lewat tiupan angin untuk cintanya pada rujung pinus pantai. Apa yang lebih damai dari ini semua, kekasih? 

Banyak air tergenang di jalan-jalan yang kita lalui. Air laut kadang melompat jauh ke daratan. Sementara bebatuan masih terus bergeming di ujung sana. Kemudian detik berikutnya aku tersadar bahwa semua ini sementara dan kau baru saja bilang selamat tinggal. Untuk kebersamaan yang singkat dan kenangan yang abadi. Terima kasih.

n.b.:
Dari kawanmu untuk siapapun yang memutuskan pamit. Aku bakal kangen berat. Aku yakin itu.

Label:

Senin, 08 Juni 2020

Memori yang Tak Mau Dilupakan


Apakah kamu sering melihat foto-foto lama?
Iya, aku juga. Namun, aku bukanlah orang yang senang berlama-lama memandang foto. Karena kadang foto-foto itu punya daya magis untuk menyedotmu kembali pada momen yang terperangkap di dalamnya. Setiap kegelisahan, kebahagiaan, dan perasaan yang tak terkatakan dapat kembali bangkit lewat selembar foto.  Itulah kenapa foto abad ke-18 atau 19 terkadang terlihat lebih sakral dari ritual-ritual agama yang dilakukan serampangan saat pagi buta. Namun, parahnya seringkali pikiranku akan kembali sesak dengan kemelut suasana tak menentu setelah melihat foto-foto itu. Memandang foto membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Apa mungkin hanya aku saja ya, yang terlalu jauh mengartikan sebuah foto?

Semua foto akan bercerita sesuai tahun-tahun. Ada tahun tenang, berisi hari bahagia sejernih air. Ada tahun beriak, berisi sedikit hari bahagia dan sedikit hari kecemasan. Ada tahun kelabu, berisi banyak hari ketakutan dan ketidakpastian. Satu hal yang pasti dalam sebuah foto adalah bahwa mereka hanya akan sering menangkap hari bahagia tanpa ingin tahu ada banyak jam-jam sedih yang telah menyusun diri. Mereka terlihat mengenakan topeng.

Dulu sekali, manusia tak begitu tahu apa yang akan dilaluinya setelah lahir ke dunia. Hingga, ia menyadari orang-orang yang ia kenali terlihat bahagia dari foto-foto rapi dalam sebuah album. Perjalanan hidup menjadi sungguh menyenangkan untuk diingat dan mereka ingin selalu bahagia tanpa perlu memikirkan rasa sedih. Padahal tidak selalu demikian dan album-album tidak selalu benar mendefinisikan kebahagiaan.

Manusia awal usia 20 tahun sepertiku, misalnya. Akan banyak berpikir tentang eksistensi diri, identitas, dan masa depan. Pertanyaan-pertanyaan kecil yang sering aku tanyakan sendiri, misalnya tentang: "Apakah bayi-bayi menangis karena bahagia?" akan mulai muncul ke permukaan lebih sering dari gairahmu untuk menghafal jejak evolusi manusia. Jujur saja, dimasa-masa pandemi ini, banyak orang yang mulai gemar berfilsafat tanpa mereka sadari. Mungkin aku salah satunya. Sungguh tidak dapat lagi kupercaya kenyataan ini tapi benar adanya bahwa terperangkap dalam pencarian eksistensi diri adalah hal yang tak pernah kuduga akan kualami.

Untuk pertanyaan tadi izinkan aku sedikit mendongeng. Bahwa konon ketika bayi lahir dukun beranak akan sibuk mencubit sang bayi jika dia tidak segera menangis. Lantas setelah bayi berhasil menangis karena dicubit berulang-ulang maka orang-orang akan bahagia dan bayi terus saja menangis. Kenapa bisa begitu? Harusnya bayi akan ikut tertawa bersama bukan? Nyatanya tidak. Terlepas dari fakta bahwa seorang bayi mustahil untuk tertawa, manusia memang pada dasarnya tidak terlalu gemar tertawa. Hingga suatu saat ia berhasil menemukan alasannya untuk tertawa dan bahagia. Untuk yang satu ini, tidak semuannya karena telah menemukan pasangan hidup. Karena percaya atau tidak, bahagia itu tersebar dimana-mana, tinggal kita mau menyadarinya atau tidak.

Pernahkah kalian melihat foto penduduk pribumi dalam album sejarah? Apakah mereka tertawa atau tersenyum? Tidak. Bahkan para pahlawan pun tidak ada yang terseyum malah lebih terkesan garang. Kira-kira kenapa? Apakah mode? Apakah standar foto pada masa itu memang demikian? Bisa jadi. Tapi aku lebih suka alasan bahwa naluri manusia untuk bersikap biasa saja dalam keadaan apapun adalah basic untuk bertahan hidup. Seseorang yang punya kendali pada diri sendiri akan lebih terjamin kewarasannya dibanding orang yang ingin terlihat baik di mata orang. Contohnya, coba lihat orang yang gemar mencari popularitas dan perhatian, mereka akan berusaha sekuat tenaga menyenangkan hati orang lain. Tidak peduli apakah dengan itu ia harus mengenakan topeng yang sangat tebal, hingga lama kelamaan ia akan lupa tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Bagi mereka asal orang lain bahagia mereka bahagia. Nah, ini, cukup bahkan sangat bahaya.

Hari ini aku memutuskan untuk mengemas foto-foto yang berserakan dalam satu folder khusus dan menghapus sisanya. Berharap agar foto-foto itu mau menjelma menjadi foto yang baik dan tidak hobi mencari perkara. Foto baik menurutku adalah foto yang tidak menuntut. Tapi lagi-lagi kenyataan bahwa manusia memang hobi menggunakan topeng tidak akan pernah bisa disembuyikan dengan alasan apapun. Seperti foto-fotoku sendiri, mereka terlihat bukan seperti aku tetapi diriku yang lain. Sementara, kejadian-kejadian dibalik foto itu adalah hal yang nyata di mataku. Aku menghabiskan setengah hari hanya untuk mengingat kejadian lama dan aku puas dengan sensasi yang diberikan oleh foto itu. Kadang membahagiakan, kadang penuh peluh dan air mata, kadang membuatmu tertawa, namun yang paling penting adalah mereka  membuatmu terdiam sejenak untuk menyukuri bahwa sekarang kau tidak lagi hidup di masa itu dan berhasil hidup bahagia hari ini.